Agenda kami hari ini adalah keliling-keliling kota. Tentunya bukan naik delman istimewa ya, karena ada subway yang lebih cepet, shay. Berhubung kami akan berpindah 4 destinasi dalam satu hari, we couldn't afford wasting any time.
Destinasi pertama kami adalah Jade Buddha Temple. Hampiiir aja dicoret dari list, no thanks to episode nyasar sampe sekitar setengah jam. Letaknya ternyata jauuuh pisan sama exit stasiun metro terdekat, dan nggak ada petunjuk jalan yang memadai. Nanya orang pun nggak menyelesaikan masalah, karena umumnya, penduduk setempat nggak ngerti bahasa inggris. Untung, mbak-mbak informasi di stasiun mau bantu ngarahin kami, meski dengan campuran antara bahasa isyarat, bahasa inggris, dan muka seasem ketek. Well, welcome to China.
Berhubung penasaran, kami nyoba jalan sekali lagi bermodal petunjuk dari si mbak informasi. Dan akhirnya, setelah kaki ini ampir patah nyerah, ketemu juga, temple-nya. Hamdalah! Kami beli tiket masuk (harganya RMB 20 per orang), kemudian menggabungkan diri pada kelompok tour untuk sight seeing, sekaligus nebeng denger penjelasan dari tour leader-nya. Hehehe.
In total, ada 3 bangunan utama yang isinya berbeda-beda. Kami bergerak dari Chamber of Four Heavenly Kings, yang terletak paling dekat dengan pintu masuk, kemudian ke Grand Hall, lalu yang terakhir, Jade Buddha Chamber.
Isi dari bangunan-bangunan ini adalah beragam macam Buddhist sculptures and statues, mulai dari Buddha dengan berbagai pose (sleeping, smiling, meditating), Dewi Kwan Im dengan berbagai perwujudan (thousand arms, berbaju dan berjubah putih bersih, dll), dan dewa-dewi lainnya.
Isi dari bangunan-bangunan ini adalah beragam macam Buddhist sculptures and statues, mulai dari Buddha dengan berbagai pose (sleeping, smiling, meditating), Dewi Kwan Im dengan berbagai perwujudan (thousand arms, berbaju dan berjubah putih bersih, dll), dan dewa-dewi lainnya.
Hasil nguping informasi yang dibeberkan oleh tour leader membuat gue paham, bahwa setiap statue yang diletakan di sini punya maksud dan sejarah masing-masing. Doi juga sedikit menjelaskan tentang karakter, sambil sesekali menyelipkan unsur klenik dalam setiap ceritanya. Ih, betah deh, gue.
Namun, perut lapar Roy akhirnya memaksa kami keluar dari pelataran kuil, dan berjalan menuju subway. Next stop, any franchise resto near Yuyuan Garden, aka destinasi wisata kami selanjutnya!
Seperti biasa, ada episode nyasar-nyasar dulu, karena lagi-lagi, sekeluarnya dari exit stasiun, kami bingung harus ke mana. Nggak ada petunjuk yang memadai. Untung ketemu sama anak SMA (atau SMP?) yang ngerti sedikit apa yang kami ucapkan. Akhirnya mereka bantu menjelaskan dengan bahasa isyarat seadaanya, yang entah gimana, gue dan Roy juga paham. Makasih ya dedek-dedek, tanpa kalian, mungkin kami ga akan pernah sampe. Tempatnya tersembunyi banget, yawlaaa.
Di perjalanan menuju ke sana, kami melewati Pizza Hut. Tanpa babibu, gue langsung ngerem, puter balik, dan geret Roy masuk.
Sampe sini, you probably wonder, kok makannya di fast food chain yang ada sih di Indonesia? Katanya mau merasakan jadi warga setempat? Cobain makanan lokal di warteg pinggir jalan, dong!
Well, itu juga rencana awal kami, sih. Tapi setelah denger banyak kejadian penipuan di China (sampe beberapa temen mewanti-wanti untuk berhati-hati sama mainlanders karena umumnya mereka jahat dan licik), serta mempertimbangkan betapa picky eater-nya sang princess... jadi daripada doi ngambek tujuh turunan karena kami digetok untuk bayar makanan ga enak dengan harga mahal (seperti yang pernah terjadi di HK), mending pilih yang aman-aman aja, deh.
Yang pasti ada english menu-nya, dan harganya tertera jelas. Jadi kami nggak bakalan diboongin. Paling konsekuensinya pulang-pulang obesitas, karena yang punya kriteria begitu dan harganya masih affordable, ya biasanya restoran fast food. Hehehe.
Kembali ke Pizza Hut, hepi banget, dua main course yang kami pesen, semuanya enaaaak! Pizza-nya generous topping-nya, baked rice-nya pun lejaaat. Horeee! Cuma manyun dikit pas bayar aja. Ya abis dibandinginnya sama Pizza Hut Jakarta, sih. Ya jauh dooong...
Kelar makan siang, kami melanjutkan perjalanan mencari pintu masuk Yuyuan Garden. Actually I had been here before, pas 2011. Tapi berhubung dulu pake tour, ya gue diturunin di bus persis di depan entrance-nya. Sekarang disuruh ngarahin, ya mana eike inget. *dijitak Roy*
Puji Tuhan, pas kebingungan, kami ketemu sama rombongan turis bule yang juga lagi menuju ke sana. Yaudah, ngintil deh. Akhirnya sampe!
Setelah beli tiket seharga RMB 40 per orang di loket (yang sempet diselak sama seorang mainlander yang kayaknya ga familiar sama konsep antri), kami masuk dan langsung disambut berbagai rumah panggung tradisional yang tersebar di seluruh area taman. Isi dari rumah panggung-rumah panggung ini nggak macem-macem. Kebanyakan cuma kursi dan meja peninggalan jaman kerajaan aja. Oh iya, kita juga nggak bisa masuk ke dalem rumah panggungnya. Jadi cuma boleh ngintip dari pintu.
Selain rumah-rumah peristirahatan, ada gazebo dan kolam yang lumayan cakep juga. Namanya juga tempat peristirahatan ya. Emang bawaannya mau bobok bobok rilek. Tapinya, karena kami dateng di hari Minggu, walhasil tamannya ruame banget. Boro-boro rilek, jalan aja ribet.
Nah di sini, sepertinya akibat diforsir berlebihan, tumit kaki kanan gue tiba-tiba nyeri. I couldn't stand the pain, sampe akhirnya ngerengek sama Roy minta balik. Dari pada dipaksa trus gue nggak bisa jalan sama sekali? Bisa bengek Roy kalo kudu gendong gue sampe stasiun.
He saw my point, jadi akhirnya kami memutuskan untuk menyudahi kunjungan kami di Yu Yuan Garden. Lagian to be honest, IMO, di sini nggak seru-seru amat, kok. Sekali keliling aja udah cukup.
Sebelum menuju stasiun, kami ngelewatin toko jajanan yang ruame banget. Penasaran, kami ngintip. Jualan apaan sih? Narkoba, ya?
Ooo ternyata sate kepiting goreng tepung! Keliatannya enak banget, jadi kami beli satu. Lumayan lah, buat nemenin di jalan.
Sebenernya gue udah bisa menebak sih dari ekspresi Roy. Dari cerah ceria, begitu ngegigit kok langsung nggak endeus mukanya. Dan setelah dikonfirmasi ke anaknya, beneran aja. Kagak enaaak. Hahaha. Rasanya antara pait dan hambar. Trus ternyata, kepitingnya digoreng sama cangkang-cangkangnya. Buset deh. Walhasil cuma kuat lima gigitan berdua, sebelum akhirnya kami nyerah dan buang satenya ke tempat sampah.
Nggak lagi-lagi deh ah, jajan sembarangan. Mana mahal. *kekepin dompet di ketek*
Sampe di stasiun, kami mengambil kereta untuk kembali ke Nandjing Road, karena tujuan kami selanjutnya adalah People's Park. Tapi berhubung kaki gue sakit, diputuskan untuk istirahat dulu satu jam di hotel, berhubung emang lewat. Dari hotel, baru deh, lanjut jalan kaki ke taman.
Oke deh. Terima kasih ya, suami pengertian :)
Mumpung punya sejam, mari boci dulu! *angkat kaki ke tembok* *pasang timun di mata*
Itu gak keras Sar makan sate kepiting sama cangkang cangkangnya? Anyway, Happy New Year Sarah- Kak Roy!
ReplyDeleteWihhh keliling luar negeri, mantaaap, pengen deh juga bisa keluar negeri lalu nulis di blog.
ReplyDeleteBtw salam kenal Sarah, kunjungan balik ya ke luamsa.com :)
Icha: keraaas, justru keras banget, dan pait, ndak enak :))) Entah kenapa digoreng sama cangkang2nya gitu. Happy New Year juga yaaa! Salam untuk keluarga :D
ReplyDeleteLuamsa: Yuk nabung, pasti bisa kok! Salam kenal juga yaa :D