Pages

Monday, 28 December 2015

#Japaneymoon - Odaiba (Part 1)

Rabu, 21 Oktober 2015

Gue bangun ketika matahari udah bertengger tinggi. Langsung bangunin Roy, karena panik kesiangan. Menurut itinerary, Disneyland adalah tujuan kami hari ini. Therefore, we can't be late!

Gue buru-buru turun dari ranjang, kemudian sempoyongan. Dammit!

"Yakin kamu kuat ke Disneyland hari ini?"

Errr honestly? No. Kepala gue masih agak berat, telapak kaki masih nyeri, dan badan gue rasanya kayak abis digebukin warga sekampung. Tapi, resiko geser jadwal ke Disney Parks adalah berhadapan dengan theme park di saat weekend.

"Tapi kalo kamu sampe sakit, bubar jalan lho ini liburannya."

But again, he got the point. Kamu kok pinter sih, suami? Semisal (amit-amit) gue kecapekan, tapi maksain tetep jalan lalu akhirnya tepar... yasalam deh. Agenda beberapa hari ke depan juga pasti kacau balau.

Karena alasan itulah, kami berdua memutuskan untuk menunda kunjungan ke Disney Parks sampe besok. Seandainya hari ketiganya kudu hari Sabtu, then be it. Ngantri ngantri, deh...

Sedangkan hari ini, kami leyeh-leyeh lebih lama di ranjang, sebelum akhirnya bangun dan mandi karena harus check out dari kamar hotel liliput di BW dan cari sarapan.

***

Setelah mengurus administrasi check out dan menitipkan koper di resepsionis, kami keluar cari sarapan. Baru jalan sebentar, eeeh, ketemu standing warteg!

Intip punya intip, ternyata jual rice bowl. Kami langsung melipir masuk, tak lupa sebelumnya memesan dan membayar makanan yang kami pilih di mesin yang tersedia. 


Beneran nggak ada tempat duduknya sama sekali lhooo! I kinda wonder, biar apa ya? Pencernaan lancar dan gampang pup, mungkin?


Kelar nyarap, kami balik ke hotel sambil ngomongin hari ini mau ke mana. Belom sampe lima menit diskusi, kami sudah mencapai kata mufakat. To Odaiba we go!

Sekilas info, Odaiba adalah sebuah man made island di Teluk Tokyo, yang dulunya dibuat sebagai benteng untuk melindungi Tokyo kalo-kalo ada serangan dari arah laut. Trus, setelah jaman perang-perangannya kelar, pulau ini alih fungsi menjadi entertainment district a.k.a pusat hiburan. Dari mulai tempat makan, mini theme park, museum, perkantoran, sampe onsen, ada di sini. Alexis nggak mau buka cabang, nih?


Untuk menuju ke sana, ada beberapa moda transportasi yang bisa dipilih. Bisa naik water bus, kereta, atau berenang sekalian. Namun, berhubung Roy takut sama aer dan gue ogah dijadiin kudapan Hiu, kami memilih naik kereta. Cepet, ringkes, dan yang terpenting, familiar.

Perjalanan cuma makan waktu kurang lebih lima belas menit. Begitu sampe di Odaiba, kami langsung menuju ke the famous life like Gundam Statue yang terletak di depan Diver City Tokyo Plaza.


Selain Gundam Statue dengan skala 1:1, ternyata, museum-nya juga ada, lho! Namanya Gundam Front Tokyo, yang masih berlokasi di Diver City Tokyo Plaza. Dari sejarah singkat sampe ribuan plastic models, semua ada di sini. Pecinta Gundam, kalo berkunjung ke Odaiba, kudu mampir, ya!

Berhubung gue dan suami nggak terlalu doyan Gundam, kami memutuskan untuk langsung menuju ke destinasi selanjutnya... Madame Tussauds Tokyo.

Sebenernya, Madame Tussauds nggak pernah tercantum dalam itinerary kami. Keputusan mengunjungi MT adalah murni spontanitas gue kami berdua, karena udah mulai mati gaya di Odaiba. Sempet khawatir bakal garing dan bosen, karena isinya MT di belahan bumi manapun kan mirip-mirip, ya.

Tapi nyatanya, tetep seruuuu tuuuuh! Manalah MT-nya sepi, jadi kami bebas berekspresi dan bergaya senonoh dengan patung-patung di sana. Giraaang!



Cieee... *kokang senapan*


*pura-pura nggak kenal*




Rahang sampe pegel ngakak, gara-gara celotehan konyol dan pose-pose shameless Roy. Gusti Tuhan, aku bahagia sekaliii 

Dari MT, berhubung udah jam dua, kami mampir ke sebuah restoran untuk makan siang. Cuma ngeliat gambar-gambar menunya sepintas, lalu langsung masuk karna udah laper berat. Begitu duduk dan disodorin menu, baru deh, kepingin pura-pura mati. Yasalam mihilnyaaaa *nangis*

Mau batal trus walk out, takut digoreng sama yang empunya restoran. Diterusin, dompet meringis. Serba salah. Yastralah, terlanjur. Perut juga udah keroncongan. Kami memutuskan untuk tutup mata (dan harga yang tertera) lalu pesen sesuai selera. Urusan bisa bayar bill-nya apa kudu cuci piring di dapur, belakangan!


Meskipun porsinya persis makan siang kuli bangunan, puji Tuhan, rasanya enak sih...

(to be continued to part 2)


No comments:

Post a Comment