Pages

Tuesday 12 June 2018

#Euroneymoon - Why Do We Love Efteling?

Sejak pertama kali baca tentang Efteling, gue udah langsung memantapkan hati, kalo one day punya kesempatan berkunjung ke Belanda, kudu banget mampir ke mari. Meski saat itu masih ngayal babu, gue demeeen sekali browsing gambar-gambar Fairy Tale Forest-nya di google, dan baca-bacain review orang-orang yang udah pernah ke sana.

Pas nyusun itinerary Euroneymoon, tentu saja Efteling terlintas di otak gue. Cumanya, ada beberapa hal yang musti jadi pertimbangan, seperti; a) Kami hanya punya waktu 3 hari di Amsterdam. Jadi bingung deh, mending main-main di destinasi yang umum aja, atau tetep kekeuh ke Efteling, yang perlu sehari penuh? b) Letaknya ternyata jauh di pinggiran kota. Jadi kudu naik kereta dengan tiket yang cukup mahal, dan waktu tempuh yang nggak sebentar.

Gegara itu, jadi bimbang, deh.

Tapi namanya the heart wants what it wants, ya. Berhubung gue udah penasaran dari lama, akhirnya sambil baca doa, dimasukinlah Efteling ke dalam itinerary kami. Gambling betul sebenernya kalo memperhitungkan effort-nya, dan mengingat ini bukan chain theme park yang udah jaminan mutu seperti Universal Studios atau Disney Parks. Kalo ternyata tet tot, habislah aku disate sama Roy.

Puji Tuhan, ternyata tempatnya cantiiik sekali. Meski nggak gres dan modern macem Disneyland, Efteling jauh dari kesan lusuh dan nggak terawat. Sebaliknya, usia theme park ini (66 y/o, uceeet) justru malah menambah karakter dan kesan 'magis'nya. Which I find very interesting.


Pas masuk, rasanya kayak naik mesin waktu lalu mendarat di kamar loteng rumah oma pas gue kecil, kemudian buka-buka koleksi buku cerita hard cover yang lembarannya udah menguning dan mainan kayu atau boneka kain jaman TK/SD dulu. It feels warm, familiar, and nostalgic.

happy kid

Aside from lovely first impression, here's few other things that make us love Efteling very much:

1. Anti mainstream destination

Resepsionis hotel dan petugas stasiun yang kami tanya terkait akses menuju Efteling, sampe kaget lho. Mereka bilang, udah lama banget semenjak terakhir kali ada yang nanya tentang theme park ini. Tapi abis itu, keduanya langsung ngacungin jempol sambil bilang, "Niceee~".


Malahan, si petugas stasiun sampe merasa harus manggil temennya yang bertugas nggak jauh dari tempat doi duduk, cuma buat bilang, "Hey! They're going to Efteling!". Abis itu, kedua petugas itu asik humming sambil joget sebuah lagu yang tebakan gue adalah salah satu theme song Efteling. Setelah berkali-kali titip pesen jangan lupa main Carnaval Festival, kami dadah-dadah sebelum naik ke platform untuk nunggu kereta.

2. Authentic Dutch Theme Park

For reasons I don't know for sure, Efteling terasa Belandaaa sekali. Mungkin karena kami jarang ketemu turis asing kali ya. Kebanyakan localsLalu signage, narasi maupun audio-nya semua bahasa Belanda. Begitupun kostum petugas, F&B dan merchandise yang dijual, sampe landscaping dan ambience-nya, semua authentic Dutch.

Tapi aku kok ya betah, meski tiap nanya kudu pake bahasa isyarat.

check out Cinderella's shoe

3. Completely different experience

Berhubung selama ini cuma bolak-bolik di Universal Studios dan Disney Parks (WOOOW ANGKUH SEKALI!), Efteling adalah pengalaman yang betul-betul baru buat gue. Kalo chain theme park kebanyakan gayanya modern, serba man-made, dan didominasi sama indoor rides, sebaliknya, Efteling justru klasik, betulan 'taman', dan outdoor banget.

Kontennya pun 180 drajat. Di Disney Parks, karakter yang nongol biasanya manis nan imut. Pun villain-nya, cenderung masih sedap dipandang mata. Trus nggak lupa, happy ending junjunganque!

Nah di sini, dongeng dikembalikan ke fitrahnya, yakni sedikit dark dan gloomy, karena tujuan utamanya adalah ngasih peringatan ke anak-anak. Yang baca HC Andersen atau Brothers Grimm pasti tau deh, kalo Sleeping Beauty, Rapunzel, dan Little Mermaid versi Disney, itu udah dirombak here and there. Versi aslinya sama sekali nggak begitu.

Efteling, yang emang kiblatnya ke karya-karyanya HC Andersen dan Brothers Grimm, tentu ngasih warna yang berbeda buat gue.

4. Fairy Tale Forest / Sprookjesbos

Fairy Tale Forest ini adalah sebuah hutan berukuran 6 hektar yang berisi puluhan diorama dari potongan dongeng-dongeng klasik. Dari mulai yang populer (macem Putri Salju, Putri Tidur,  Gadis Korek Api, dst), yang rada asing (seperti Rumpelstiltskin, The Wolf and The Seven Young Kids, Tom Thumb, dan Sepatu Merah), sampe cerita rakyat lokal yang tak kupahami, semua ada!

ada apa tuh di dalem mulut ikannyaaa

workshop-nya Geppetto

"eeeh, jangaaan masuk!"

"...ada dese!"

perutnya naik turun lho, kayak betulan napas

Roy dan kembarannya. (alias ngantuk melulu shay)

can you spot Tom Thumb?

setiap diorama punya buku yang isinya secuplik penjelasan tentang dongengnya

Siapa yang dulu mewek tiap kali baca dongeng ini? *angkat tangan*

the princess's golden ball!

Putri Salju-nya bukan isdet karena makan apel beracun, tapi karena kehabisan oksigen...

pingin colek rumahnya, tapi takut direbus sama nenek sihir :(

Rapunzel, Rapunzel, let down your long hair!

Nggak percuma deh sebelum berangkat gue begadang sampe subuh ngelahap ulang buku kumpulan dongeng HC Andersen dan Brothers Grimm. Totalitas, yaa. Demi bisa relate!

Oh ya, diorama-dioramanya, kebanyakan interaktif nan canggih, lho. Karakter yang ditampilkan juga majority animatronik yang bisa bergerak, bukan sekedar patung biasa. Sungguh salut nggak sih, sama cara Efteling me-modern-kan Fairy Tale Forest tanpa sedikitpun menggeser kesan klasiknya. Jempoool!

5. The rides

Dari puluhan wahana di Efteling, ada dua wahana yang secara spesifik berkesan di hati gue dan Roy. Bukan lantas berarti rides lain nggak keren lho ya. Gue cuma bahas dua ini, karena yang lainnya nggak sempet dimainin, hahaha. FYI, Efteling tuh luas sekali. Kalo mau khatam sambil meresapi satu per satu rides dan attraction-nya sih, kayaknya kudu empat hari. Berhubung waktu kami terbatas, meski jiwa ogah rugiku berontak kuat, ya terpaksa capcipcup deh. Pilih-pilih yang favorit ajun. Ini dia tersangkanya:

Flying Dutchman (De Vliegende Hollander)

Gue tau wahana ini saat baca-baca review Efteling di blog-nya junjunganku dalam dunia per-theme-park-an, The Theme Park Guy. As I quote from him, "The attraction fit seamlessly within this setting, with one attraction deserving particular praise for its excellence, even reaching Disney standards: 'Flying Dutchman', a mixture of roller coaster, flume ride and ghost train, begins slowly and eerily in the dark, fog-filled harbour, before turning into a wild roller coaster ride. Ingenious!".

Mateeek, gimana nggak penasaran? Kok kayaknya serem-serem-seru?

Berhubung udah dapet gold medal dari The Theme Park Guy, biarpun antriannya sejam dan di sini kagak ada fastpass, gue sama Roy tetep menyusup masuk. Dari tempat ngantri, theming-nya udah niat pisan. Suasananya dibuat menyerupai bagian dalam deretan bangunan yang mengitari pelabuhan, seperti gudang penyimpanan barrel, rumahnya Van der Decken (the captain) dan pub jaman dulu. Nggak lupa beberapa screen yang menceritakan background story, biar entar mainnya lebih menghayati. Kemudian, di ujung antrian, garisnya mengarah tepat ke dermaga yang sanking luas dan nyata, bikin gue pingin sungkem sama arsiteknya.

Kami meninggalkan dermaga dengan sebuah kapal, yang baru juga jalan, langsung dihadang sama hologram Flying Dutchman, the ghost ship yang ngedadak keluar dari kabut. Belum kelar nenangin jantung, tau-tau kapal kami meluncur ke bawah dengan kecepatan tinggi, diiringi dengan gema, "You shall also sail until the end of time!". Ngompol, deh.

The rest of the journey was filled with sharp turn, steep fall, and splash. Minta ampun serunya. Sejauh ini, kombinasi terbaik niagara, roller coaster, dan rumah hantu dengan porsi setara. Ih, aku kagooom!



Baron 1898

Nah, ini dia nih, steel dive roller coaster yang bikin gue melongo pas nonton POV-nya. 90 drajat aja, qaq. Betulan garis tegak lurus yang ujungnya nun jauh di lubang bawah tanah. Sungguh menantang maut.


Gue yang awalnya penasaran, begitu berdiri di depan wahananya dan ngeliat track-nya yang aduhai gilanya, langsung chickened out. Entah kenapa aku kok punya feeling bakalan isdet kalo icip-icip naik.

Untungnya suamiku yang ogah rugi pemberani nggak ikut-ikutan batal juga. Doi lari masuk ke antrian single rider, sementara gue mulai komat-kamit doa biar dia turun tetep dengan celana kering. Gue nunggu sekitar 25 menit sebelum akhirnya mukanya nongol dan teriakannya kedengeran.

can you spot him? yasusahlahya.

Kelar main, meski suaranya langsung serak gara-gara heboh jejeritan, puji Tuhan nggak ngompol. Cuma hampir doang, katanya. Hihi.

Cerita tentang pengalaman Roy dan video POV-nya, boleh dicek di sini, ya.

-

Overall, kami hepi sekali. Keputusan yang tepat deh, mengunjungi theme park cakep ini, regardless segala perjuangannya.

Buat gue yang cinta sama Disney Parks, rasanya seneng banget berkunjung ke tempat yang disebut-sebut menginspirasi para leluhur Disney Imagineers. Emang lho, pulang-pulang rasanya jadi mau bikin theme park sendiri. *pecahin celengan babi*

Thank you, Efteling. Tunggu kami balik lagi, ya!

No comments:

Post a Comment