Gue belum punya anak. Jadi untuk
urusan mendidik anak, percayalah, gue -tentu saja- bukan ahlinya. Postingan ini
gue buat, hanya berdasarkan pengamatan sederhana yang kemudian dihubungkan
dengan logika cetek, kemudian dituangkan dalam bentuk tulisan. Jadi, dengan
segala kerendahan hati, mohon dimaafkan kalo ada yang tidak sependapat dengan kesok-tahuan
gue. Blame all the mistakes on me.
*sungkem*
Menurut gue, bagaimana cara
mendidik seorang anak mengambil porsi yang sangat besar dalam penentuan
karakter anak tersebut kelak, ketika dia sudah dewasa. Di usia yang terbilang
kecil, justru sebenarnya mereka mampu mengingat dan mengerti apa yang orang
lain kehendaki lewat ucapan ataupun tindakan yang dilakukan untuk mengutarakan
maksud, baik langsung maupun tidak langsung. Yang terlanjur terekam di dalam
otak, akan terus diingat di bawah alam sadar si anak, dan otomatis akan
mempengaruhi pola pikirnya, bukan hanya 1 sampai 2 tahun ke depan, tetapi juga
setelah ia dewasa kelak.
Nah, gue mau berbagi mengenai kata-kata
atau tindakan yang sering (secara tidak sadar) diucapkan oleh orang tua semasa
anak mereka masih kecil, namun dampaknya masih terlihat sampai anak mereka telah
dewasa.
Mariiiiii.
-
“Hiih! Mejanya nakal, sini mama pukul!” kemudian si ibu memukul mejanya.
“Nah udah ya, cupcup…” *lanjut nenangin si anak kecil*
Pernah liat? :D
Gue sering banget ngeliat adegan
macam ini. Anak kecil lagi lari-lari, ketubruk meja, anak kecilnya jatoh,
mejanya yang diomelin trus dipukul. Padahal mah yang lari-lari ya anaknya,
mejanya diem aja di sono dari tadi. Gak tau apa-apa, nggak salah apa-apa,
diomelin, dipukul pulak :))
Bukti sayang dari orang tua, mungkin
ya. Termasuk menjaga dengan segenap kemampuan yang mereka punya. Tapi tetep
aja, menurut gue kalimat tadi tetap salah. Kenapa? Karena kalau dipikir secara
logika, dengan cara seperti ini, sang anak akan terus menerus menuntut untuk
dibela. Dalam keadaan apapun, dia jadi merasa harus selalu dibela. Bahkan ketika ia salah. Biasanya, si anak jadi
terbiasa untuk menyalahkan apapun selain dirinya sendiri. Kasarnya, dalam
keadaan apapun, dia akan gampang banget pointing
finger.
Menurut gue sih, ketika dia
dewasa nanti, meja itu bisa saja bertransformasi menjadi teman-teman, pacar,
bahkan mungkin orang tua, atau siapapun yang bisa disalahkan supaya dia tetep
ada pada posisi yang benar dan aman. J
“POKOKNYA MAMA BILANG ENGGAK!”
‘Pokoknya’ menjadi salah satu
dari kata pamungkas untuk membungkam bantahan atau menghentikan rengekan dari
anak-anak. Padahal menurut gue, ‘pokoknya’ adalah kata-kata yang hanya pantas
diucapkan oleh bos kepada bawahan.
Mengapa? Karena umumnya, ketika seorang
anak dilarang, ia pasti mau mengetahui apa alasannya. Kenapa boleh? Kenapa
tidak boleh? Dan kata ‘pokoknya’ hanya memaksa rasa penasaran dan
keingin-tahuannya untuk tenggelam kembali namun menunggu untuk dilampiaskan dalam
bentuk pemberontakan.
Pun, kata ‘pokoknya’ hanya akan
membuat seorang anak tumbuh menjadi keras kepala. Nggak bisa dibilangin, nggak
mau dibantah, nggak ngerasa perlu untuk mendengar, karena orang tuanya juga
nggak punya waktu untuk mendengarkan mereka.
“Kamu tau nggak, si ini aja bisa ranking satu loh di kelasnya.”
Secara langsung maupun tidak,
membesarkan seorang anak dengan memotivasinya untuk mengejar keberhasilan orang
lain BUKANLAH cara yang benar. Kemungkinan pertama, si anak sukses menyaingi
subjek pembandingnya namun membawa sakit hati yang luar biasa karena merasa ia
tidak diterima apa adanya. Kemungkinan kedua, dan yang umum lebih sering
terjadi, si anak kehilangan jati diri ketika ia gagal, kemudian merasa bahwa
dirinya tidak berguna, bahkan membenci dirinya sendiri karena tidak mampu menjadi
sehebat subjek pembandingnya. Keduanya sama-sama menyedihkan.
Roy pernah bilang, kalo Chris
John dipaksa main sepak bola, sampe kapanpun dia akan dicap sebagai loser. Bukan karena dia memang
pecundang, tapi karena talent-nya
memang bukan di sana. Nggak ada seorangpun anak di dunia ini yang terlahir
tanpa bakat. Tugas orang tua adalah mengarahkan mereka untuk menemukan dan
mengasah bakatnya. Bukan memaksanya memiliki bakat anak-anak lain. J
“Wah! Ujiannya dapet 100 lagi! Pinter! Anak mamaaaa niiiih! Mama sayang
deh kalo begini.”
“Hayo, berenti nangisnya, kalo enggak mama nggak sayang loh.”
Orang tua terkadang
mengekspresikan kebanggaannya melalui kalimat semacam ini ya? Ada dua hal yang
menurut gue penting untuk digaris-bawahi.
Yang pertama, “…anak mama nih!”.
Lah terus kalo nilainya 50, dia jadi anak siapa? Dan cuma anak mama? Trus
sperma-nya dari mana???
Yang kedua, secara tidak
langsung, dengan kalimat seperti “…mama sayang deh kalo begini.” atau “…kalo
enggak mama nggak sayang loh.”, orang tua menanamkan pemikiran bahwa terdapat
sebuah standar berkaitan dengan perasaan menyayangi seseorang.
Pada akhirnya kata-kata tersebut membuat
anak-anak berpikir, they deserve to be
loved when they do or achieve something great. Otherwise, they don’t. Gue
takut, hal ini akan menumbuhkan perasaan rendah diri ketika mereka tidak mampu
memenuhi ekspektasi orang-orang di sekitar mereka. Mereka jadi merasa tidak
pantas dicintai. Kasian kan? :”)
-
Kira-kira begitu hasil random thoughts gue di tengah-tengah invoice-invoice dan faktur pajak, serta
kesibukan yang mendera di hari-hari kerja. Mohon dimaafkan kalo ada yang
ngawur, gue hanyalah seorang amatir dan belum jadi bukan praktisi, jadi
nggak ngerti dunia nyatanya kayak apa :D
Kalo ada yang benar, semoga
kiranya bermanfaat dan dapat diamalkan. *dijejelin hardcover skripsi*
Sayah-nya permisi dulu, mau nyari bapak buat anak-anak #eh
Last but not least sar, perbanyak pelukan dan senyuman ke anak..
ReplyDeleteSaat anak2 pulang sekolah, hal pertama yang saya lakukan adalah memeluk mereka tidak lupa mencium pipinya.
Lalu, pertanyaan pertama :" Apa hari ini kalian senang-senang di sekolah?? "..
And it works just fine.. setiap akhir weekend pertanyaan mereka adalah : Apa bunda besok bisa cuti.. hihihihi..
Semoga diberi kelancaran nantinya ya neng.. :)
AGREE! :D
DeleteYa ampun teh, aku jadi nggak sabar bikin keluarga kecilku sendiri :") Sepertinya bahagia sekali rasanya ya :"D
Amin, terima kasih ya teh doanya :"D
“Kamu tau nggak, si ini aja bisa ranking satu loh di kelasnya.”
ReplyDeleteSering banget ini mah. Padahal, setiap orang kan bisa jadi ranking satu dengan jalan dan caranya masing-masing. Nggak harus dibanding-bandingin gitu.
dan nggak semua orang prestasinya ada di akademik :)
DeleteItu yang gue harapkan beberapa orang tua muda yang membaca ini sadar dan gak mengulangi cara memotivasi macem itu ke anak-anaknya :)
setuju banget sarah,, semoga orang tua dan calon orang tua bisa baca ini dan menerapkan ke sehari2 mereka yah.thanks
ReplyDeleteamiiin amiiiin :D
Deleteterima kasih yaaa Novi! salam kenal :)
nice post
ReplyDeletethank youuu :D
Delete