Takdir adalah ketetapan dan ketentuan
Tuhan.
-KBBI
Kamu percaya takdir? :)
Gue selalu berkeras kalo dalam hidup ini,
kitalah yang menentukan dan mengatur segalanya, bukan hanya mengikuti path yang sudah ada, termasuk juga
urusan cinta. Nggak pernah terpikir kalau takdir akan mengambil peran besar,
mempertemukan gue dengan seseorang.
Kami
bertemu di linimasa. Semuanya bermula dari iseng-iseng akun anonim tergaul, @pervertauditor, lelang auditor, dan
sebuah mention dari seorang asing di twitter (Bukan, isinya bukan : Foblek
eaaah ceceeeeh~). Dari 14.691 peserta lelang aktif maupun pasif,
entah bagaimana, dialah yang mengetik sebuah reply untuk tweet gue
yang baru saja di retweet oleh sang
admin.
Setelah
saling follow, percakapan kami pindah
ke tab DM, yang kemudian berlanjut ke sms dan whatsapp, hingga akhirnya ngobrol di telepon berjam-jam.
Ada
kecocokan yang menyenangkan di antara kami berdua. Mungkin karena kami
sama-sama Virgo. Mungkin juga karena kami memiliki kesamaan pola pikir. Atau mungkin
juga karena dia tahu apa saja. Banyak random
things di kepalanya, yang nggak jarang membuat gue cengo. Kok ya kepikiran
aja, nyari tahu sejarah nama Glodok, atau satu-satunya mamalia yang nggak bisa
loncat?
Masalah dimulai karena gue kenal dia di twitter. Dan selayaknya manusia-manusia
lain yang sudah cocok mengobrol di segala jenis media sosial, gue dan dia juga
sama-sama penasaran, bagaimana rasanya bertatap muka. Masalahnya, mengalahkan
ketakutan gue nggak semudah membalik telapak tangan. First date is
horrible, but blind date worst. Di tambah lagi, gue masih
dikejar-kejar sama proposal skripsi yang deadline-nya
udah menghitung hari.
Sampai akhirnya gue terpojok di antara capek
karena kerjaan, pingin nonton, kebetulan sendirian, dan dia ingin menemani. Karena
nggak ada alasan untuk mengelak lagi, akhirnya gue iyakan. Janji sudah dibuat,
jam sudah ditentukan, meeting point sudah
diatur. Setelah Jumat malem riweh setengah mati milih baju, Sabtu pagi, gue
berangkat setengah jam lebih awal dari waktu yang disepakati. Keputusan yang
salah, karena hanya bikin pikiran-pikiran aneh seliweran di otak gue,
seperti:
“Kalo ternyata dia orang jahat gimana?”
“Kalo nanti lo dibawa ketempat aneh gimana?”
“Kalo nanti nggak ngenalin gimana? Avatar twitter-nya kan pake kacamata
item?”
“Yakin nggak mau pulang aja? Pura-pura berhalangan,
gitu? Toh doi belum tau lo udah di sini.”
Gue terlalu sibuk ngusirin imajinasi berlebihan
di kepala, sampe nggak sadar, jam sudah menunjukkan pukul 11.15. Nggak lama,
sebuah pesan masuk. Dia lagi parkir. Gue langsung ngibrit ke toilet, benerin
make up *ciaelah* sambil ngomong sama kaca, jangan berbuat bodoh ya. Kali ini
aja, don’t screw everything’s up.
“Lights
will guide you home, and ignite your bones, and I will try…”
Gue langsung menatap sewot ke arah speaker toilet. Kenapa juga harus lagu yang
pernah doi nyanyiin di telepon sih? Bikin tambah nervous aja.
![]() |
Tempat Kami Pandang-pandangan! :D |
Kami bertemu di sebuah toko buku,
dihubungkan dengan sebuah sambungan telepon singkat. Ia muncul dari balik
sebuah rak buku anak-anak, dengan senyum menawan *apalah ini senyum menawan*.
Dengkul gue lemes. Hati gue mengingatkan, jangan-berbuat-bodoh. Jangan
malu-maluin. Jangan. Gugup mulai menjalari seluruh persendian otot gue.
Setelah jabat tangan perkenalan dan
basa-basi, dia diem seribu bahasa, dan mempersilahkan gue untuk bawel sepuasnya
di saat gue juga masih repot mengusir nervous.
Hilang sudah kecocokan yang sudah kami latih berjam-jam di telepon. Komunikasi
hanya berjalan satu arah, gue cerita panjang lebar dan err… ngelantur –karena
gugup, dan dia mendengarkan.
Setelah nonton dan ngemil, dia ngajak ke Cikini.
Karena dia suka banget sama Cikini dan gue nggak tau tempat itu sebelumnya,
akhirnya gue mengiyakan ajakannya untuk jalan-jalan ke sana. Di perjalanan
menuju ke Cikini, hujan dan kami terjebak macet, dan dia masih kekeuh
mengheningkan cipta. Bahkan sampai akhirnya list topik di kepala gue hampir
abis. Sisa yang terakhir, blog dia. Entah bagaimana, topik terakhir ini mampu menarik
keluar seluruh antusiasme dan nyambung-nya
kami. Suasana awkward pergi,
digantikan dengan lelucon dan derai tawa. Gue menghela nafas sambil tersenyum
dalam hati. Dari tadi, kek.
Sesampainya di Cikini, hujan masih turun. Dia
membimbing gue menuju ke sebuah kedai kopi. Berdua berjalan di bawah satu payung.
Kemudian duduk di dekat jendela, menikmati secangkir teh dan cokelat hangat,
sambil mulai bertukar cerita, seputar kehidupan, pekerjaan, sampai seseorang
yang pernah singgah di masa lampau. Kenyamanan, pelan-pelan menyusup di antara pembicaraan kami. Melahirkan
rasa bahagia yang membuat gue enggan berhenti menghabiskan waktu bersama.
Kami meninggalkan dua cangkir kosong dan berjalan
kaki menuju TIM. Dia membawa gue, untuk pertama kalinya, menginjakan kaki di pelataran
Teater Jakarta. Reaksi gue? Jangan ditanya noraknya. Dua puluh satu tahun hidup
dan lahir di Jakarta, baru hari itu tau kota tercinta ini punya teater. Kirain
Singapore doang.
“Gilaaaa! Gue baru tau Jakarta punya teater
juga! Ya ampun, kemana aja gue selama ini…”
“Mungkin belum ketemu orang yang tepat aja
buat ngajak ke sini…”
“Ermm, so
are you saying that you’re the right one?”
“Hmm… Well...
We’ll see...”
“…”
Lewat canda dan tawa yang kami nikmati
berdua, percakapan hangat dan kenyamanan yang tercipta, muncul keengganan untuk
mengakhiri kebersamaan. Seharian, kami menghilang dari linimasa. Sayang,
akhirnya malam datang. Gue menyesal, karena waktu rasanya terlalu cepat berputar.
Percakapan panjang kami mau tidak mau harus selesai.
Gue diantar sampai di rumah dan diam lama
setelah pintu tertutup. Sepuluh jam yang menyenangkan. Terlalu indah untuk jadi
nyata. Mungkin baiknya gue jadikan kenangan,
bukan harapan.
Too
perfect to be true. Too sweet to be real.
He
is… somehow too far to be reached.
Untuk alasan yang gue belum tahu pasti, ada
perasaan sedih yang datang menghampiri.
Gue masuk ke ruang tamu dan melihat Owen sedang serius menonton sebuah pertandingan sepak bola. Berjalan melewati
TV, gue melirik sejenak ke layar kaca. Lho.. Eh? Liverpool?
Spontan, gue mengetik sebuah pesan kepada
fans berat klub bola itu, yang sekarang sedang berada di perjalanan pulang:
“Why
didn’t you tell me kalo ada pertandingan Liverpool? Kan bisa balik pagian L”
Beberapa menit kemudian balasannya masuk:
“I won’t trade our 10 hours with anything.
Not even Liverpool games.”
Gue
tersenyum. Bahagia ini, ternyata bukan cuma milik gue aja.
Mungkin
iya, takdir memang ada. Berawal dari tegur sapa seorang asing di linimasa,
dihubungkan dengan puluhan pesan-pesan singkat, melewati ratusan menit dengan
bincang-bincang seru di telepon, akhirnya ia bergerak memutuskan untuk
mempertemukan kami berdua, dan membiarkan kami menikmati waktu-waktu bersama. Entah
ke mana hubungan gue dan dia bermuara, semuanya (saat itu) masih rahasia.
***
“Ceweklah.”
“Eh?
Bukannya cowoknya yang harus sms duluan? Kalo cowoknya sms, itu artinya dia
tertarik untuk melangkah lebih jauh.”
“Kan
si cowok yang ngajak, jadi si cewek yang harus ngasih kesan duluan sesudah first date. Cowoknya nunggu. Kalo nggak
disms, ya berarti… selesai di sana.”
Seandainya malam itu nggak ada pertandingan Liverpool…
Ah.
Lagi-lagi. Takdir.
hai Sarah, salam kenal.. :D you're so cute and I enjoyed reading this post. I wish I were less coward to post such thing just because I know my bf wouldn't tell his version..... :p
ReplyDeleteHappy loving with Roy yaaa :D
Hai Puty :D
DeleteTerima kasih ya, credit for Roy, idenya dari dia, dan dia juga yang banyak kasih input untuk postingan ini :)
Hihi ayok cerita juga! :D :D
Terima kasih (lagi) sudah main-main ke sini yaaa :D
SENANG! :D
hahahaha.... gara2 baca postingan "10 Alasan Mengapa Gue dan Dia Mustahil Ketemu" gw jadi ngbaca ini... trus abis baca ini, jadi pengen liat blog cowo lo... Hahahaha... Kalian seru bgt!!
ReplyDeletekeep sharing...
hehehehe thank youuuu! :D
DeleteAw, so sweet :')
ReplyDeleteHihi. Thank youuuu :D
DeleteThank you for reading also :D
halo sarah! diriku ber-"ooohh-ooohhh" ria lho membaca postingan ini, super sweet!! longlast yaaaa kalian... hihihihi :)))
ReplyDelete@finnysamantha
Thank you sudah main ke sini ya sayang!
DeleteAmin untuk doa-doanya :"
Terima kasih! (:
ehh yg dceritain dsolaria kuningan city dbaca dblog jg,,awsome love story =D
ReplyDeleteMBAK RIAAAAA :*
DeleteHihihi mamacih mbak :3
Eaaaa...
ReplyDeleteKetahuan deh, kayaknya pas di kedai kopi, bang Roy yang minum teh. :))
Abis baca postingannya bang Roy, ternyata dia yg minum cokelat :|
Deletehihi. IYAAAAA :D
Deleteaku yang minum teh :>
Lovely ~
ReplyDeleteKetika takdir bicara yah..
Iyaaah :D
DeleteHihi. Thanks ya! :D