Postingan ini adalah lanjutan dari #ceritakami :
(1) Sabtu Pertama Bertatap Muka
(2) Berbagi Tawa dan Cerita
(3) Taruhan untuk Sebuah Senyum
(4) Sebuah Senyum untuk Bulan di Kegelapan
--
02 Februari 2013, Sabang 16, 16.00
“Cobain kaya toast-nya ya?”
Aku memanyunkan bibir.
“Yaudah gue yang pesen, makannya berdua ya?”
“Hehe, oke.” Sahutku.
Ia mengacak rambutku, kemudian
membacakan pesanan kami berdua. Setelah selesai mencatat pesanan kami, pramusaji
pun undur diri, dan kamipun meneruskan obrolan kami.
Selalu aku yang mendominasi. Ia
lebih banyak diam, dan mendengarkan. Kadang berkomentar dengan gayanya yang
pintar. Ia tahu apa saja. Mengerti banyak hal. Bertukar pikiran dengannya
membukakan ide-ide baru yang sebelumnya tidak pernah terlintas di otakku.
Entahlah, berbicara dan berdiskusi dengannya memang selalu menyenangkan.
Kenyamanan inilah yang pelan tapi
pasti membuatku jatuh hati. Bahagia, sekaligus ngeri. Ketagihan melihat
senyumnya sekaligus was-was akan kehilangan suatu hari nanti.
Aku hanya takut berharap. Karena
harapan, seperti biasa, selalu mematikan. Meninggalkan perih mendalam ketika
jatuh menyentuh tanah.
Sedangkan standar pertemanan atau
ketertarikaan seseorang terhadap lawan jenisnya merupakan hal yang cenderung
relatif. Berbeda, beragam, bermacam-macam, tergantung dari subjek pelakunya.
“Iya, kadang emang begitu mungkin
ya, kalo udah sayang, segimanapun elo berusaha keras untuk keluar dan
mengingkari perasaan, tetep aja nggak bisa, dan mungkin juga… nggak mau. Karena
yah…
some memories are too hurt to stay, but too sweet to forget.”
some memories are too hurt to stay, but too sweet to forget.”
Ia mengangguk, sependapat
denganku.
“Tapi kan…”
“Vel…”
Kami tertawa. Aku berhenti,
membiarkan ia melanjutkan apa yang ingin dia ucapkan. Tapi dengan gerakan
tangannya ia mempersilakan aku untuk menyelesaikan kalimatku lebih dulu.
“Tapi kan, nggak enak sakit
terus-terusan kaya begitu… Lo kenapa td manggil gue?” tanyaku.
Ia tersenyum.
“Tentang pertanyaan lo waktu itu,
so, are you saying you’re the right one?,
ehm... gue nggak bisa jawab itu sekarang. Tapi… biarin gue buktiin itu day by day ya?” Ia berhenti sejenak.
Menarik nafas, kemudian meneruskan,
“Vel… Pacaran yuk?”
Menarik nafas, kemudian meneruskan,
“Vel… Pacaran yuk?”
![]() |
Sabang 16 |
No comments:
Post a Comment