Postingan ini merupakan lanjutan #ceritakami
Baca di sini dan di sini :)
---
Aku menyandarkan kepalaku di dinding bilik. Pusingnya sudah
mereda, namun mualnya tak kunjung hilang.
“Jangan pingsan sekarang…” Aku berbisik pada diriku sendiri.
“Please, hang in there, jangan biarin
gue berantakin hari ini…”
***
XXI Metropole, 26 Januari 2013,15:25
“Are you okay?”
“I am. Studionya udah di buka?”
“Belom, masih lama… Jalan-jalan
dulu yuk?” ajaknya.
Aku mengangguk. Mengikuti
langkahnya menyusuri trotoar di daerah Sabang. Ia berjalan di depanku,
membimbing tanpa sekalipun mencoba mencuri kesempatan untuk menggenggam
tanganku. Sebagai gantinya, ia hanya menawarkan tangannya sebagai pegangan
ketika bidang yang diinjak sepatuku mulai tidak rata atau berbatu.
“Kita mau kemana?” tanyaku
penasaran.
“Lo mau liat pasar bunganya?”
“Yang lo tunjukin pas kita di jalan pulang minggu lalu? Mauuuu!”
Iya tersenyum mendengar
antusias dalam jawabanku, dan kami berjalan beriringan menuju ke pasar bunga. Sayang, hari
masih sangat sore, dan belum banyak yang berjualan di sana. Hanya ada tenda-tenda yang masih kosong. Kami berjalan
menuju ke arah gang, berniat melihat apakah ada penjual bunga yang
mangkal di sana.
“Lo suka… mawar putih ya?”
tanyanya. Aku mengangguk.
Ketika sampai di ujung gang,
telingaku disambut pekikan dan teriakan. Keras dan bersamaan.
“AYO SILAHKAN KAKAK!”
“CARI BUNGA APA KAKAK?”
“MAWAR YAA?”
“SINI LIAT LIAT DULU…”
“AYO MASUK SILAHKAN...”
“AYO MASUK SILAHKAN...”
Beberapa dari penjual tersebut kontan bangkit dari duduknya dan bergerak menghampiriku. Aku yang masih kaget dan setengah
takut, langsung balik badan dan berjalan keluar cepat-cepat. Ardi mengikutiku, masih dengan tanda tanya besar di
wajahnya.
“Lo kenapa Vel? Katanya mau liat pasar bunga?” tanyanya.
Aku berhenti dan menunggunya
menyejajarkan langkahnya denganku. “Sorry, gue kaget banget mereka semua
nawarin sambil teriak-teriak barengan gitu…” jawabku jujur.
Ia tertawa kecil, kemudian
mengajakku ke sebuah restoran cepat saji yang tak jauh dari pasar bunga tadi.
“Lo mau pesen apa?”
Aku menggeleng takut. Seketika
mual datang menyapaku.
“Enggak, gue kenyang…”
ujarku. Terbata-bata.
“Lo belom makan sama sekali lho, makan ya?”
Aku menggeleng-gelengkan
kepalaku. Kemudian tersenyum seraya mengucapkan terima kasih, namun aku tetap
pada pendirianku. Akhirnya ia menyerah, hanya membelikanku segelas lemon tea sebagai
gantinya.
“Thanks.” ujarku sambil memperhatikan ia yang sedang menikmati es krim
favoritnya.
“Sama-sama, tapi lo nggak boleh
kenyang terus dong… Gue bingung nih, lo nggak mau melulu kalo diajak makan…”
“Mau kok. Tapi gue nemenin aja.” jawabku.
“Ye, itu mah sama aja…”
Aku tersenyum, berusaha melupakan
mual yang masih tetap di sana. Enggan pergi.
“Kan udah gue bilang,…”
“…lo nggak bisa makan di depan
orang yang lo suka, ya kan?” Sambungnya cepat, kemudian tertawa.
Aku hanya tersenyum kecil. Tidak
ingin dia tahu, kalau hari ini bukan karena ada-di-depan-orang-yang-ku-suka, tapi
karena aku sedang sakit. Dan nekat memaksakan diri untuk tetap pergi.
***
No comments:
Post a Comment