DISCLAIMER:
Postingan ini murni dari pendapat dan sudut pandang saya yang tentu saja subjektif sok tau. Tos kalo setuju, kalo nggak, yuk baca lagi :D *masih maksa*
--
Pagi ini saya tergelitik oleh
sebuah fakta yang tiba-tiba datang dan diam dalam pikiran. Sebuah kebiasaan
yang mungkin sering kita lakukan. Kebiasaan yang kemudian berubah menjadi gaya
hidup orang kebanyakan. Diterima dan dianggap lumrah, karena banyak yang
demikian. Sebuah fenomena yang sebenarnya sangat aneh di mata saya. Namun
mungkin tidak demikian di mata kebanyakan orang.
Sebuah fenomena yang terpikir
ketika saya mendengar cerita salah seorang kenalan telah membeli produk apple keluaran terbaru yang harganya
mungkin cukup untuk seorang anak kos makan tiga kali sehari selama setengah
tahun, atau lebih. Sebuah harga yang fantastis, yang menuntut aksesoris dan
perawatan yang juga dengan harga yang sama gilanya, tentu saja.
Namun tidak dengan yang saya
dengar. Cerita itu akhirnya ditutup dengan penambahan aplikasi bajakan pada gadget yang baru saja dibeli. Ia menolak
untuk membeli aplikasi berbayar. Perlu dicatat, gadget tersebut dibeli langsung di iBox, dengan memori yang paling
besar di kelasnya, dan merupakan produk keluaran apple yang paling anyar. Harga
dari aplikasi berbayar tersebut, lucunya hanya sepersekian persen dari harga
gadget itu sendiri. Tapi tentu saja, banyak yang memilih aplikasi bajakan,
dengan alasan mendapatkan lebih banyak dengan harga yang jauh lebih murah.
Saya kemudian teringat pada
sebuah fenomena aneh yang pernah saya lihat. Semenjak tarif parkir naik dari Rp
2.000,- ke angka Rp 3.000,- atau Rp 4.000,- di beberapa tempat -yang mana
menurut saya tidak signifikan-,
persis di depan Central Park Mall (Jakarta Barat), parkir liar jadi kembali
ramai. Sebelumnya, saya jarang sekali melihat deretan mobil berjajar
*berantakan* di sana. Namun setelah tarif parkir mengalami peningkatan, banyak
sekali mobil yang memilih untuk parkir liar, dengan segala konsekuensinya
ketimbang beradaptasi dengan tarif parkir baru, yang sekali lagi, menurut saya
tidak signifikan. Tengoklah tarif parkir di negara lain seperti Inggris. Anda
pasti terkejut.
Lucunya, mobil yang terparkir
bukanlah mobil-mobil kelas menengah ke bawah yang harganya cenderung biasa
saja. Ada juga mobil-mobil yang sangat jelas dimiliki oleh masyarakat kalangan
‘ada’. Saya pernah melontarkan pertanyaan berkaitan dengan hal ini. Aneh
rasanya, mampu beli mobil, kok ya
susah bayar parkir yang sebenarnya nggak
mahal-mahal amat jika dibandingkan dengan harga dan cicilan mobil itu sendiri.
Lepas dari kemungkinan sebagian
yang melakukan parkir liar itu bukanlah pemilik mobil, namun supir yang nyatut uang parkir, hal ini tetaplah
aneh di mata saya. Kalau tarif bbm yang naik dan kelas menengah juga
teriak-teriak takut tercekik, saya bisa mengerti, mengingat tarif bbm yang naik
juga akan diikuti oleh kenaikan bahan-bahan pokok. Tapi tarif parkir? Ayolah. Menolak naik kendaraan umum tetapi marah-marah saat tarif parkir naik
bukankah sangat tidak bijaksana cenderung ke arah bodoh?
Oh ya, jangan lupakan juga
antusiasme dari promo potongan harga berbagai merek-merek terkemuka. Walaupun
saya dan anda pasti tahu, di Indonesia, sebagian promo potongan harga yang dilakukan secara gila-gilaan hanya diadakan
karena tiga alasan. Yang pertama, barang tersebut TIDAK LAKU, broken size, atau
sudah rusak tetapi masih memadai untuk dijual (dari segi barang). Yang
kedua, barang tersebut HAMPIR RUSAK,
contohnya barang-barang yang terbuat dari kulit, tentu ada masanya di mana
kulit-kulit tersebut akan rusak ditelan waktu, maka dijual murah sebelum tidak bisa lagi dijual (kebijakan dari
perusahaan / store). Dan yang ketiga,
telah lewat masanya, seperti coat yang diobral di musim panas (faktor external). Bahkan
ada promo potongan harga yang digembar-gemborkan secara besar-besaran, padahal
pihak store telah terlebih dahulu me-mark-up harga barangnya. Dan ya. Kita semua terlalu excited sampai-sampai tidak menyadari
pembodohan tersebut.
Berbondong-bondong datang dan
berbelanja saat merek-merek terkemuka mengadakan promo potongan harga.
Memborong dan membeli apa saja untuk dipamerkan. Tentu saja, kita semua mengejar
harga promo karena harga sebelum promo sangatlah mahal sampai-sampai kita tidak
mampu membelinya, atau mungkin saja mampu, tapi di sisi lain merasa harga
tersebut tidak masuk akal. Tapi toh akhirnya, sebagian dari kita lebih memilih mengenakan coat (asalkan berlabel merek terkenal) ketimbang summer dress tidak ber-merk di musim
panas, kan? J
Pemikiran ini pada akhirnya
membawa saya pada sebuah kesimpulan. Mungkin, kita, termasuk anda dan saya,
memasukkan gengsi pada list prioritas
teratas. Apapun dilakukan, untuk memberi
makan gengsi tersebut, agar kita mendapatkan kepuasan semu dari decak kagum yang keluar dari mulut orang-orang.
Midnight sale? Mari kita berburu barang-barang bermerk yang tidak
kita butuhkan, untuk kemudian dipamerkan pada teman-teman. Parkir naik? Mari kita
parkir liar, supaya tetap bisa nongkrong di mall. Aplikasi gadget yang saya
butuhkan ternyata aplikasi berbayar? Tidak apa-apa, yang penting mampu beli gadget-nya, kemudian cari aplikasi bajakannya
(jailbreak, istilahnya). Padahal ada
aplikasi yang gratis. Tapi mungkin yang free
kurang gaul. Entahlah.
Mungkin, anda dan saya adalah
orang-orang jenis ini. Yang kasarnya lebih memilih kelaparan, asal tetap
kelihatan ‘punya’. Yang lebih memilih jadi bodoh, asal tetap bergaya.
Yang parkir liar didepan cp itu mobil bodong kali sar.. Hahaha. Pajero ama fortuner slundupan..kalo ga sewaan. Hiaaaa.
ReplyDeleteSekarang emang gitu, gensi lebih utama dari pada kenyamanan. Kalo aku sih yang penting nyaman biarpun murah. *alasan klasik orang ga punya duit* :)))
ho oh, sebenernya nggak salah sih, cuma kan lucu aja :))
ReplyDeletekayak kejadian bbm kemaren :D