Disclaimer:
Postingan ini merupakan lanjutan dari #Japaneymoon - Odaiba (Part 1).
-
Tujuan kami selanjutnya adalah Miraikan -- National Museum of Emerging Science and Innovation. Sebenernya, museum inilah yang jadi alasan Odaiba terpilih menjadi destinasi kami. Selain karena digadang-gadang sebagai must visit museum in Tokyo, I always have a thing for science museum, ever since my first visit to museum IPTEK, back then when I was an elementary school kid. Sejak saat itu, tiap masuk museum-museum sejenis ini, bawaan hati pasti gremet-gremet takjub.
Kesalahan yang gue sesali sampe sekarang adalah nggak nyari informasi lebih jauh tentang Miraikan selagi masih di Indonesia. Akibatnya, begitu mau beli tiket, baru tau museum ini tutup pada pukul 17.00 waktu setempat. Artinya, kami cuma punya waktu kira-kira dua setengah jam untuk berkeliling. Hiks :(
Berhubung udah sampe, yasudah, diputuskan untuk tetep masuk. Harga tiket masuknya surprisingly nggak terlalu mahal. Cukup merogoh kocek sebesar ¥620, ditambah ¥300 kalo mau nonton pertunjukan di Dome Theatre.
Begitu masuk, kami disambut oleh Tsunagari, salah satu icon Miraikan, yaitu globe raksasa yang tergantung di langit-langit.
Tsunagari terbuat dari panel-panel kecil yang masing-masing memiliki resolusi lebih dari sepuluh juta pixel. Gambarnya terus bergerak dan sifatnya real time, sehingga kondisi belahan bumi manapun bisa dilihat melalui globe ini. Keren yaaa?
Tsunagari terbuat dari panel-panel kecil yang masing-masing memiliki resolusi lebih dari sepuluh juta pixel. Gambarnya terus bergerak dan sifatnya real time, sehingga kondisi belahan bumi manapun bisa dilihat melalui globe ini. Keren yaaa?
Puas ngeliat-liat Tsunagari dari bawah, kami naik dan menuju ke Miraikan Kitchen, sambil nunggu waktu pertunjukan di Dome Theatre dimulai. Restorannya ini terletak di lantai 7 alias bagian paling atas bangunan. Tersedia outdoor table juga lho. We can see Odaiba area from above and spot Tokyo Tower from a far. Cuakeeep!
Jam 16.30, kami turun ke lantai 4, di mana pintu masuk dome theatre berlokasi. Kami menunjukan tiket masuk, kemudian disodorin kaca mata 3D dan audio guide bahasa Jepang. Pas minta yang bahasa enggres, si mbak-nya pun mengerutkan kening tak percaya. Duileee, emang susah yaaa, kalo punya potongan Geisha... dikira yapones meluluk! *dijejelin kabuki*
Pertunjukan yang kami saksikan di Dome Theatre ini berjudul Birthday. Sebenernya ada pertunjukan lain yang berjudul Tender is The Night, tapi berhubung jamnya udah lewat, kami nggak punya pilihan. Buat yang mau ke sana dalam waktu dekat, boleh diintip dulu jadwal pertunjukannya di sini.
Anyway, Birthday menceritakan tentang kelahiran bumi dan galaksi di atas sebuah layar berbentuk kubah. Didukung oleh 3D glasses, filmnya jadi terasa 'nyata' banget. Kalo menurut Roy sih, yang di Planetarium kurang lebih begini juga, cuma emang kalah sophisticated aja. Berhubung gue belum pernah ke Planetarium, percaya aja deh.
Kelar nonton pertunjukan di dome theatre, kami menuju ke Explore The Frontiers di lantai 5. Zona ini memuat segala pengetahuan tentang dunia di sekitar kita, dari mulai environment, solar system, drilling, sampe outter space dan deep sea. Kami nggak berenti di semua bagian, secara kalo mau puas ngeliat semua mah, kelarnya bisa besok dong ya...
Jadi ada yang diliat secara cepet aja, tapi ada juga yang sempet bikin gue berenti dan merenung. Salah satunya adalah exhibition Cells in Progress (CiP). Pas lewatin CiP, iseng-iseng gue ngajak Roy untuk masuk ke sebuah booth, di mana kami bisa nonton animasi singkat mengenai CiP ini. Awalnya, gue kira, CiP adalah penelitian untuk kemajuan tumbuhan dan hewan. Mungkin mau ngidupin Dinosaurus lagi? Atau realisasi kacang polong-nya Jack?
Namun ternyata, CiP adalah penelitian yang dikembangkan untuk kemajuan teknologi dunia kedokteran. Setidaknya itulah yang gue tangkep dari film pendeknya. Intinya, ada seorang anak yang kecelakaan, kemudian CiP ini membantu dia untuk mendapatkan kembali fungsi anggota tubuhnya seperti sedia kala.
Begitu keluar dari booth, gue langsung berkesimpulan bahwa CiP ini pasti membawa harapan. Lega rasanya, menyadari bahwa dunia science nggak pernah berenti berusaha memajukan teknologi pengobatan, supaya setiap penyakit (suatu saat nanti) bisa disembuhkan. Di saat yang sama, gue jadi kepingin sujud syukur, karna masih dikasih nikmat kesehatan sama Tuhan.
Kelar muter-muter di Explore The Frontiers, kami turun ke lantai 3, menuju ke Create Your Future (CYF) Exhibition. Zona ini menampilkan segala sesuatu yang mungkin ada dalam kehidupan kita di masa depan; robot-robot, instalasi canggih, dan sebagainya. Futuristik, deh.
Yang paling menarik di CYF tentu Android: What is Human?. Di sini, pengunjung bisa berinteraksi langsung dengan sebuah robot android (Otonaroid) yang hampir menyerupai manusia. Selain bernafas (WHAT?!), tersenyum, dan berkedip, Otonaroid juga bisa melirik dan mendemonstrasikan berbagai facial expression. Anggota tubuh lain seperti tangan dan badannya pun bisa begerak menyesuaikan dengan kondisi. Meskipun robot ini dikontrol dari panel room dan speaker, kecanggihan dan kemiripanannya tetep aja bikin gue merinding.
Gue takjub, tapi juga khawatir sama kecanggihan robot-robot ini. Kalo mereka dibikin pinter banget, kemudian suatu hari manusia nggak bisa ngontrol mereka lagi gimana? We're about to make Terminator happen nggak sih T___T
Berhubung hati mulai gelisah, Roy gue geret paksa menjauhi Otonaroid. Baru jalan beberapa langkah, eh ketemu Paro!
Puro adalah sebuah robot anak Anjing Laut. Selain lucu, Puro juga punya fungsi sebagai robot terapi untuk manusia. Entah dalam kondisi apa seseorang ended up butuh terapi robot, tapi berinteraksi sama Puro ini emang beneran bikin hepi. Soalnya, seluruh tubuhnya terdiri dari sensor-sensor yang akan bereaksi ketika disentuh. Doi bisa menggeliat, berkedip, ngeluarin lenguhan manja, dan seterusnya. Gemes kaaaan?
Trus, robot ini dijual lho! Harganya US$6000 saja. Diborong-diborong!
Puro adalah sebuah robot anak Anjing Laut. Selain lucu, Puro juga punya fungsi sebagai robot terapi untuk manusia. Entah dalam kondisi apa seseorang ended up butuh terapi robot, tapi berinteraksi sama Puro ini emang beneran bikin hepi. Soalnya, seluruh tubuhnya terdiri dari sensor-sensor yang akan bereaksi ketika disentuh. Doi bisa menggeliat, berkedip, ngeluarin lenguhan manja, dan seterusnya. Gemes kaaaan?
Trus, robot ini dijual lho! Harganya US$6000 saja. Diborong-diborong!
Meskipun belom puas keliling-keliling di CYF, sadly, kunjungan kami ke museum ini harus berakhir, karena jam sudah menunjukan pukul 5 sore. Overall, gue suka banget sama Miraikan, karena museum ini punya banyak sekali exhibition yang interaktif dan canggih. Emang Jepang jagonya deh ya, kalo urusan teknologi. Panel-panel informasinya pun jelas dan terawat. Ini membantu banget deh buat turis asing yang nggak bisa bahasa Jepang macem kami berdua.
Dari Miraikan, kami menuju ke dek untuk duduk-duduk dan menikmati pemandangan, sambil nunggu lampu-lampu di rainbow bridge nyala.
Setelah foto-foto, Roy ngajakin balik, melihat gue yang udah mulai sumeng karena kedinginan. Suhunya sih sebenernya cuma 17 derajat, which was tolerable banget. Cuma anginnya mana tahan, qaqa...
Kami menuju stasiun, naik ke kereta, kemudian peluk-pelukan biar anget. Begitu sampe di stasiun Shin-kiba, kami ambil koper di loker, lalu melanjutkan perjalanan menuju ke stasiun Hatchobori. Dari stasiun Hatchobori, kami jalan kaki, karena apartemen yang kami sewa hanya berjarak sekitar 100 meter dari stasiun. Sepanjang perjalanan menuju ke sana, kami melewati Lawson, Sevel, sampe Mini Stop. Girang! Gampang deh, nyari sarapan besok :)
Sampe di apartemen, kami menuju loker, kemudian mengambil kunci kamar yang udah ditaro di sana sama landlord-nya. Lokasi apartemennya di lantai 3, dan begitu masuk, gue langsung ber-waw-wow ria mengagumi interior design-nya. Modern dan rapih amat!
Di samping itu, apartemennya luas, neat, dan bersih sekali. Malah jauh lebih oke ketimbang display pictures di AirBnB. Perlengkapan kamar mandi, perlengkapan makan, microwave, pocket wifi, gantungan baju, semua lengkap tersedia!
Jadi pingin tinggal di sini selamanya nggak siiih? *kemudian dislepet sama yang punya*
Gue sampe bilang sama Roy, drama pembatalan booking-an Agoda kemaren kayaknya blessing in disguise, deh. Instead of staying di kamar liliput-nya BW, dengan harga yang lebih murah, kami dapet apartemen senyaman ini. Keputusan nekat nyobain AirBnB berbuah manis. Hatiku luar biasa bahagiaaa.
Kami bebenah, mandi, kemudian makan bento yang tadi dibeli di perjalanan. Kelar makan, didukung perut kenyang, kaki pegel, dan kasur empuk, kami langsung berangkat ke alam mimpi. Selamat malam, Jepang!
Dari Miraikan, kami menuju ke dek untuk duduk-duduk dan menikmati pemandangan, sambil nunggu lampu-lampu di rainbow bridge nyala.
Setelah foto-foto, Roy ngajakin balik, melihat gue yang udah mulai sumeng karena kedinginan. Suhunya sih sebenernya cuma 17 derajat, which was tolerable banget. Cuma anginnya mana tahan, qaqa...
Kami menuju stasiun, naik ke kereta, kemudian peluk-pelukan biar anget. Begitu sampe di stasiun Shin-kiba, kami ambil koper di loker, lalu melanjutkan perjalanan menuju ke stasiun Hatchobori. Dari stasiun Hatchobori, kami jalan kaki, karena apartemen yang kami sewa hanya berjarak sekitar 100 meter dari stasiun. Sepanjang perjalanan menuju ke sana, kami melewati Lawson, Sevel, sampe Mini Stop. Girang! Gampang deh, nyari sarapan besok :)
Sampe di apartemen, kami menuju loker, kemudian mengambil kunci kamar yang udah ditaro di sana sama landlord-nya. Lokasi apartemennya di lantai 3, dan begitu masuk, gue langsung ber-waw-wow ria mengagumi interior design-nya. Modern dan rapih amat!
Di samping itu, apartemennya luas, neat, dan bersih sekali. Malah jauh lebih oke ketimbang display pictures di AirBnB. Perlengkapan kamar mandi, perlengkapan makan, microwave, pocket wifi, gantungan baju, semua lengkap tersedia!
Jadi pingin tinggal di sini selamanya nggak siiih? *kemudian dislepet sama yang punya*
Gue sampe bilang sama Roy, drama pembatalan booking-an Agoda kemaren kayaknya blessing in disguise, deh. Instead of staying di kamar liliput-nya BW, dengan harga yang lebih murah, kami dapet apartemen senyaman ini. Keputusan nekat nyobain AirBnB berbuah manis. Hatiku luar biasa bahagiaaa.
Kami bebenah, mandi, kemudian makan bento yang tadi dibeli di perjalanan. Kelar makan, didukung perut kenyang, kaki pegel, dan kasur empuk, kami langsung berangkat ke alam mimpi. Selamat malam, Jepang!
sar, lokasi apartemennya strategis ga?
ReplyDeleteinfo nama apartemen dan hostnya dong
btw ini diatas 1jt an ya?
Doena : Lokasi apartemennya di Hatchobori, nggak terlalu jauh sama TDR :) https://www.airbnb.co.id/s/Chuo~Ku--Jepang -- ini linknya yaa :) Iyaah, waktu itu aku 4 malem 4,3 mio sekian kalo nggak salah :)
ReplyDeleteThanks infonya sar
ReplyDeletemasih galau nih milih hostel apa airbnb
Doena : Sama-sama yaaa! :D Cobain AirBnB sekali-sekali, biasanya secara posisi lebih strategis ketimbang hotel sih. Kemaren aku ke Jepang separo-separo, 5 malem nginep di hostel dan hotel, 4 malem AirBnB :D Puji Tuhan semuanya nyaman dan bersih, cuma di Osaka aja yang kurang bagus :D
ReplyDeletewah tsakeeepp kamarnya!! makasih linknya tar coba search
ReplyDeleteBoneka Paro, klo gk salah inget,awalnya didekasikan utk para manula korban tsunami Maret 2011. Byk manula yg stres kehilangan sanak keluarga. Kesepian di lodging home. Betul Sar, enak banget ngelus2 paro, ayem... Punya pet paro enak gk repot urusan bw jalan2 & "pup"nya LoL cuman harganya,,,, :D
Pit Aq : I know right? Sama-sama :3
ReplyDeleteIyaaak :))) Harganya bikin mikir ulang yak :))