Pages

Monday 15 June 2020

Rebek

Sepertinya, ada sesuatu antara gua dan Jepang.

Negeri sakura ini selalu jadi yang pertama muncul di kepala saat ditanya ada rencana ke mana tahun ini, tahun depan, atau kapan-kapan. Mungkin bener kata pepatah, "Jepang itu ngangenin." Entah makanannya, entah cuacanya, atau mungkin culture shock-nya. Atau mungkin karena di sana lah terletak theme park favorit gua dan Sarah.

Tokyo DisneySea.

Februari 2020 kemarin adalah kunjungan gua dan Sarah ke Tokyo DisneySea untuk kali yang ketiga. Malam itu, gua dan Sarah berdiri lutut ketemu lutut, hampir tumbang diterpa angin dingin yang bertiup dari balik Mount Prometheus. Sesekali tembakan api keluar dari kawah dari gunung yang menjadi centerpiece Tokyo DisneySea itu. Meski gelegarnya terdengar sampai jauh, tapi sedikitpun ga terasa hawa panasnya. Ga membantu menghangatkan kami yang sedang menantikan mulainya pertunjukan pamungkas dari theme park bertema nautical ini.

Ya, kami sedang menunggu Fantasmic.

Fantasmic Tokyo DisneySea digadang-gadang jadi pertunjukan malam terbaik dari semua Disney theme parks seluruh dunia. Pertama, bayangin pertunjukan kembang api. Lalu bayangin, pertunjukan kembang api tadi bermain dengan latar panorama klasik Eropa. Danau, gunung berapi, bangunan bergaya Mediteranian, lampu-lampu... pokoknya, pemandangan di mana kalo lu ngelamar cewek di sana, pasti diterima karena romantis akut.

Terakhir, bayangin pertunjukan kembang api berlatar pemandangan Eropa tadi, dibungkus dengan karakter-karakter Disney yang disinkronisasi dengan permainan laser dan screen projections. Kebayang?

"Ladies and gentlemen, boys and girls..."

Pengumuman berkumandang untuk kali yang kesekian. Pertanda Fantasmic akan digelar kurang dari 5 menit lagi. Sarah menekuk sedikit lututnya, coba meredam rasa pegal yang mulai merangkak naik karena terlalu lama berdiri di titian anak tangga. Kami sengaja berdiri di sini, mencari bidang yang sedikit lebih tinggi dari lautan kepala yang sedang menghadap arah yang sama.

Meski lutut ketemu lutut, kami berdua berusaha sekuat tenaga menghangatkan badan dengan mengingat-ingat dendam lama. Biar panas. Berupaya agar badan ini belum tumbang sampai bisa menyaksikan Fantasmic, sekali lagi.

Memang sebetulnya, kami berdua udah pernah nonton Fastasmic. Ini jadi kali yang ketiga. Tahun 2018 lalu adalah kali terakhir kami nonton Fantasmic. Waktu itu, kami berdua traveling dengan keluarga Sarah. Papa, Mama, adik, serta dua ponakannya menjadi porter dan juru foto pribadi kami berdua. Keren bukan?

Kami pergi bertujuh. Duduk paling depan, beralas peta yang sengaja kami ambil lebih. Hanya terhalang garis-garis vertikal yang dibentuk oleh pagar hitam. Cuaca agak hangat kala itu. Maklum, kami pergi bulan Juni. Meski begitu, tetap saja kami merinding kala kata pertama berkumandang dari lagu pengantar pertunjukan.

"Imagination!"

Sebuah kapal berbentuk topi sulap biru Mickey Mouse menyala terang benderang di tengah laut. Ga lama, menyemburkan air dan kembang api hampir di saat yang bersamaan. Lalu satu per satu tokoh Disney yang kita kenal, muncul di topi besar yang kini berperan sebagai layar. Aladin, Beauty and the Beast, Tinkerbell, dan masih banyak lagi.

Tembakan air menari bagai kipas di belakang perahu. Kembang api melompat lebih dari 20 meter ke langit. Semua menyatu dengan dentuman musik yang bermain dari setiap sudut. Ini bukan hanya magis. Bukan hanya megah. Ini jenius.

Permainan kembang api dan sinkronisasi cahaya ini pun bukan hanya seenaknya. Ternyata ada jalan cerita yang menjadi benang merahnya. Fantasmic adalah upaya Mickey Mouse meyakinkan bahwa dengan imajinasi, kita bisa menang melawan yang jahat. Terbukti nyata saat animatronic Maleficent muncul di penghujung acara, Mickey Mouse bisa menghajarnya jatuh hanya dengan satu sabetan tongkat sulapnya.

Pertunjukan selesai dengan maraton kembang api yang menggelegar di langit Tokyo. Tembakan bertubi-tubi menjadikan malam itu bak medan perang. Ledakannnya memekakkan telinga, dentumannya memacu laju jantung.

Ga kebayang berapa lama mereka harus sinkronisasi untuk sebuah pertunjukan yang hanya berlangsung selama 20 menit. Berapa banyak orang yang terlibat setiap malamnya, berapa banyak besek yang mesti dibeli setiap sesinya. Dengan output secerdas ini, ga kebayang betapa sulit nyiapinnya.

Atau meminjam istilah bokap nyokap gua, ini tuh rebek banget.

Lampu kembali menyala, pertanda pertunjukan telah usai. Gua, Sarah, dan keluarganya memutuskan untuk berdiam sejenak di tengah gelombang manusia yang mengarah ke pintu keluar. Kami bertujuh masih duduk di situ, di atas peta yang sengajak kami ambil lebih, di tengah cuaca musim panas yang berangin sejuk.

Di tengah keramaian pergerakan pengunjung, gua tersenyum, mengingat semua riuh rendah yang Fantasmic tadi sajikan. It was a great show. Sarah juga setuju. Kami berdua sepakat, Fantasmic memang pertunjukan yang gila.

Sangat gila untuk menyadari bahwa gua ingin membawa dua orang lagi untuk menyaksikan ini bersama. Suatu hari nanti, gua pengen bokap nyokap gua nonton ini juga.

Some day, some way, I want them to watch this show.

Menyaksikan mereka mengagumi magisnya Fantasmic. Melihat bokap terpelongo melihat betapa niatnya Tokyo DisneySea dengan pertunjukan kembang apinya. Melirik tingkah nyokap gua yang pasti sibuk mengabadikan setiap momen dengan kamera handphone jadulnya. Memperhatikan mereka saling menunjuk semua kesemarakan dan berkomentar seperti yang gua bayangkan tadi.

"Ini bikinnya pasti rebek."

I knew they're gonna say that.
I knew they're gonna love this.
Oh I wish they were here.


Semua lamunan gua tentang perjalanan 2018 lalu terpecah saat seorang crew member Tokyo DisneySea berjalan menghampiri kami yang sedang kedinginan menahan terpaan angin bulan Februari. Ia memperhatikan kami dengan wajah penuh curiga.

"Sir... Sir..." crew member semakin mendekat.

Gua mengernyitkan dahi sambil mencari tau apa yang salah. Padahal gua dan Sarah hanya sedang menunggu mulainya pertunjukan sambil berdiri di titian anak tangga. Mencari bidang yang sedikit lebih tinggi dari lautan kepala manusia yang punya arah pandang yang sama. Apa yang salah dengan ini?

"Sir, madam, please..." crew member menunjuk pria dan wanita yang duduk di anak tangga di sebelah gua, "You can not sit there."

Pria itu bangkit dan menepuk-nepuk pantatnya yang kotor, "Masa nggak boleh sih duduk di sini?"

Giliran yang wanita ikut berdiri sambil memasukkan handphone jadulnya ke dalam tas, "Iya nih. Padahal enak di situ, angin dinginnya kehalangan."

Gua menggeleng-gelengkan kepala, "Pa, Ma, kan udah Roy bilang ga boleh duduk sembarangan."

"Ah," bokap nyokap menyatukan suara, "Rebek!"

See? They said that already.

---

oleh Roy Saputra

No comments:

Post a Comment